Industri fashion tampaknya memberi tantangan besar bagi
Carline Darjanto. Tak heran, sejak sepakat bersama mitra bisnisnya Ria Sarwono
membuat merek Cotton Ink di akhir November 2008, Carline terus menggelutinya
hingga bisa berkembang seperti sekarang. Cotton Ink kini menjadi ikon baru di
bisnis fashion yang sukses merancang dan menyediakan
berbagai produk pakaian wanita mulai baju, bawahan, outerwear sampai aksesori seperti shawl dan tas.
Carline dan Ria
sudah berteman sejak SMP. Selepas SMA, Carline menempuh studi fashion di Jurusan
Desain Fashion Lasalle
College of Fashion, Jakarta . Adapun Ria memilih kursus singkat di
London College
of Fashion. “Saya sempat bekerja di sebuah garment manufacturer,
belajar banyak mengenai manajemen, impor-ekspor, dan berbagai hal penting mengenai
industri fashion. Setelah itu saya
fokus di Cotton Ink yang kini makin berkembang,” ungkap Carline,
kelahiran 25 Mei 1987.
Cotton Ink
mendapatkan momentum bagus saat memperkenalkan kaus sablon dengan gambar Barack
Obama yang di tahun 2008 sedang ngetop-ngetopnya.
Dari sukses jualan kaus sablon bergambar wajah Obama, dua sekawan itu kemudian
menambah beberapa produk pakaian wanita seperti busana siap pakai, legging, aksesori dan syal.
Produk inilah yang benar-benar mengangkat nama Cotton Ink. Terutama produk syal
yang awalnya menjadi daya pikat, sebelum akhirnya ke baju atasan wanita. Cotton
Ink mengeluarkan produk yang kreatif, membuat sebuah syal multigaya, dengan
bahan bernama tubular – bahan kaus berbentuk lingkaran tanpa jahitan
– yang jarang dipakai di Indonesia .
Memang, salah
satu diferensiasi yang dikembangkan di Cotton Ink adalah berusaha inovatif,
baik dari rancangan yang multifungsi maupun bahan kainnya itu sendiri.
“Kami berusaha bereksperimen denganmaterial mix dan pembuatan kain yang kami olah
bersama dengan pabrik atau perajin untuk beberapa kain tradisional Indonesia ,”
ungkap Carline. Para pelanggan Cotton Ink
cenderung menyukai rancangan baju yang simpel dengan detail pada kainnya.
Sejauh ini bahan bajunya kebanyakan memakai katun, yang sebagian besar
diproduksi di dalam negeri. Untuk aksesori dan tas memakai kulit imitasi.
“Kami tidak ingin menggunakan kulit asli, itu pilihan kami.”
Rentang harga
produk Cotton Ink mulai dari Rp 69 ribu (shawl) sampai
Rp 349 ribu (jaket/outerwear).Pakaian
wanita sejauh ini merupakan produk utama Cotton Ink dan memberikan kontribusi
80% dari pendapatan. “Pelanggan biasanya datang untuk membeli atasan,
sedangkan sisanya di aksesori dan tas,” ungkap wanita pehobi jalan-jalan
ini.
Dalam memasarkan
Cottton Ink, Carline dan Ria aktif mempromosikannya melalui media sosial
seperti Facebook, Twitter, Instagram, Tumblr, Pinterest. “Target pasar
kami sangat aktif dalam media sosial. Penting sekali turut serta dalam gaya hidup mereka, agar
kami bisa terus berinteraksi dengan para pelanggan dengan lebih cepat,”
Carline memberikan alasan.
Dunia online tidak terpisahkan dari sukses Cotton
Ink. Tak heran, seperti diakui Carline, kontribusi penjualan terbesar pun
didapat dari pemasaran melalui website-nya, cottonink-shop.com. Toh
produk Cottton Ink juga sudah banyak dijual di sejumlah butik. Di Jakarta misalnya,
di The Goods Dept, Pacific Place ,
lalu di Bandung
bisa dijumpai di butik ESTplus, Widely Project dan Happy-go-lucky. Sementara di
Surabaya, bisa dilihat di butik ORE. Saat ini Carline dan Ria mulai melayani
pembeli dari luar negeri seperti beberapa pelanggannya di
Singapura , Malaysia ,
Australia
dan Eropa. “Untuk pasar luar negeri kami baru melayani order langsung.
Kami sedang fokus di dalam negeri,” kata wanita yang mengidolakan
desainer Adrian Gan dan Phoebe Philo ini.
ditulis oleh Sudarmadi & Gustyanita Pratiwi
Link: SWA
0 comments:
Post a Comment